Rabu, 24 Oktober 2012

BOS untuk SDLB Dan SMPLB


Lembaga Pendidikan Khusus boleh berlega hati dengan perhatian pemerintah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Mengacu pada kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi sekolah umum yang juga berlaku bagi SDLB dan SMPLB yaitu SDLB menerima sejumlah Rp. 580.000,-/siswa per tahun dan SMPLB sejumlah Rp.710.000,-/siswa per tahun, maka sebagaimana yang dilansir oleh JPNN.Com (Jawa Pos GrouP) dalam berita pendidikan bahwa dana BOS untuk SDLB dan SMPLB akan mengalami kenaikan jumlah nominal penerimaan untuk masing-masing siswa.

Hal ini tentunya akan sangat membantu biaya operasional SLB yang sangat besar untuk ukuran murid yang tidak sebanyak sekolah umum.

Berikut ini kutipan berita JPNN.com dan linknya:





Pendidikan 
Minggu, 08 Juli 2012 , 20:05:00
JAKARTA--Tingginya biaya operasional untuk sekolah berkebutuhan khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB), pemerintah menargetkan akan meningkatkan jumlah bantuan operasional sekolah (BOS) khusus SLB hingga mencapai Rp 1 juta per anak per bulan. Saat ini, besaran BOS khusus untuk SLB hanya mencapai Rp750 ribu per anak per bulan.

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Kemdikbud, Mudjito mengungkapkan, penambahan besaran BOS tersebut akan diperoleh dari APBN dan APBN-P 2012. Bahkan, saat ini juga sudah dalam proses pencairan.

"Saya sudah membuat surat edarannya. Bulan Juli ini harus sudah diproses karena kita ingin meringankan beban orang tua. Untuk jenjang SLB SD dan SMP sama, yakni Rp 750 ribu per bulan dan nanti akan ditambah Rp 250 ribu dari APBN-P," terang Mudjito di Jakarta, Minggu (8/7).

Menurutnya, DIPA sudah mulai diproses dan hanya tinggal menunggu pencairannya saja. Anggaran tersebut rencananya akan diperuntukkan bagi 106 ribu anak berkebutuhan khusus. "Selain itu, kami juga menyiapkan bantuan biaya operasional khusus untuk SLB masing-masing sebesar Rp 40 juta untuk 1600 sekolah," imbuhnya.

Untuk diketahui,  jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia mencapai  1.544.184 anak, di mana sebanyak 330.764 (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Mudjito menjelaskan, dari jumlah total tersebut ada sebanyak  245.027 anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat bersekolah baik di sekolah reguler maupun di sekolah inklusi.  (Cha/jpnn)

Minggu, 21 Oktober 2012

Mengulas Sekilas Lembaga Pendidikan Khusus di Pacitan

       Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus memiliki peranan yang tidak kecil dalam ikut serta menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Dari sekian ribu anak didik setiap tahun selalu ada saja siswa/siswi yang menderita kelainan fisik dan mental yang tentunya memerlukan penangan khusus.
        Itulah pentingnya lembaga penyeleng- gara pendidikan khusus di wilayah-wilayah terpencil agar terjangkau bagi mereka. Mungkin metode sekolah inklusi merupakan salah satu jalan keluar bagi peserta didik berkebutuhan khusus ini agar mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak yang normal, akan tetapi secara teknis sekolah-sekolah negeri yang notabene dibiayai oleh pemerintah hampir seluruhnya belum mampu dan belum siap memberikan pelayanan pendidikan inklusi bagi mereka. Sumber daya, sarana prasarana yang tidak tersistem untuk pelayanan anak berkebutuhan khusus ini sangat menyulitkan sekolah umum untuk memberikan pelayanan bagi mereka.
        Dalam hal kebutuhan biaya operasional pada sebuah lembaga sekolah luar biasa sangatlah besar meskipun secara umum muridnya hanya bisa dihitung dengan jari. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diataranya:
  1. Sistem birokrasi administrasi yang agak berbeda dengan Lembaga Sekolah Umum yang cukup memberikan laporan kegiatan administratif di UPT dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Sementara itu Lembaga Pendidikan Khusus selain bertanggung-jawab secara administratif ke Dinas Kabupaten/Kota, juga ke Dinas Pendidikan Propinsi.
  2. Ada kegiatan-kegiatan pada tingkat Kabupaten/Kota dan tingkat Propinsi yang wajib diikuti dan kesemuanya itu memerlukan biaya yang tidak sedikit karena melibatkan guru dan murid.
  3. Kebutuhan sarana prasarana penunjang alat pembelajaran yang harganya tidak bisa dibilang murah.
  4. Kebutuhan terapi oleh Dokter Terapi Khusus.
Dari sekian pelayanan yang harus diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus ini, baru sebagian kecil yang bisa tercukupi, hal ini karena sulitnya berkoordinasi melalui sistem birokrasi yang ada di wilayah kerja lembaga sekolah tersebut. Mungkin diperlukan sedikit pembenahan administratif di tingkat Kabupaten agar lembaga pendidikan khusus bisa maju seperti di kota-kota besar.